الَّذِيْنَ يُؤْمِنُوْنَ بِالْغَيْبِ وَيُقِيْمُوْنَ الصَّلٰوةَ وَمِمَّا رَزَقْنٰهُمْ يُنْفِقُوْنَۙ ٣
(yaitu) orang-orang yang beriman pada yang gaib, menegakkan salat, dan menginfakkan sebagian rezeki yang Kami anugerahkan kepada mereka,
وَالَّذِيْنَ يُؤْمِنُوْنَ بِمَآ اُنْزِلَ اِلَيْكَ وَمَآ اُنْزِلَ مِنْ قَبْلِكَۚ وَبِالْاٰخِرَةِ هُمْ يُوْقِنُوْنَۗ ٤
dan mereka yang beriman pada (Al-Qur’an) yang diturunkan kepadamu (Nabi Muhammad) dan (kitab-kitab suci) yang telah diturunkan sebelum engkau dan mereka yakin akan adanya akhirat.
اُولٰۤىِٕكَ عَلٰى هُدًى مِّنْ رَّبِّهِمْۙ وَاُولٰۤىِٕكَ هُمُ الْمُفْلِحُوْنَ ٥
Merekalah yang mendapat petunjuk dari Tuhannya dan mereka itulah orang-orang yang beruntung.
1. Beriman kepada yang Gaib (Yu’minūna Bil-Ghaib)
Makna Syariat: Mempercayai segala sesuatu yang tidak terjangkau indra, seperti Allah, Malaikat, Surga, Neraka, takdir, dan Hari Akhir.
Makna Tasawuf (Hakikat):
- Penyaksian Batin (Syuhūd al-Ghaib): Bagi seorang sufi, iman kepada yang gaib berarti melampaui keyakinan rasional menuju penyaksian batin (musyahadah). Ghaib utama adalah wujud Allah itu sendiri. Hakikatnya adalah bahwa hanya Allah yang Wujud, sedangkan makhluk itu Ghaib, namun ilmu pengetahuan mengajarkan bahwa Allah itu Zahir dan batin, nyata dan Ghoib, sedangkan makhluk itu posisinya dimana? wujudkah?, ghoib kah?, atau sama sekali tidak ada, namun diceritakan ada?, dan kembali kepada pernyataan yang mengatakan bahwa makhluk itu ghaib.
Hadir Hati (Hudhūr): Salik melatih hatinya untuk selalu hadir bersama Allah, meskipun wujud-Nya tidak tampak oleh mata kepala. Ketika hati seorang sufi kosong dari selain Allah (ghairullah), saat itulah yang Ghaib menjadi yang paling Hadir (nyata).
Namun kenyataan yang ada itu adalah, bahwa kebanyakan menempatkan Allah dilangit atau ditempat yang paling jauh, bahkan tidak dapat dijangkau oleh apapun, iniadalah dasar dari semua kesalahan tersebut, jika saja Allah ditempatkan olehnya dihatinya dan senantiasa bersamanya dimanapun ia berada, sebab Allah sendiri yang menyatakannya:
"Dan Dia (Allah) bersama kamu di mana saja kamu berada". QS. Al Hadid. 04
Tempatkanlah Allah dihatimu, mereka sering menyebutnya dengan Latifatul Qolb, sebab sekarang ini anda telah menempatkan Iblis, Syetan, Cinta Dunia, Hawa dan nafsu, lantas dimana Allah ditempatkan dihati anda jika sudah kelima hal tersebut yang anda posisikan disana, dan Allah diposisikan ditempat yang sangat jauh dan tidak terjangka dengan alasan Allah tidak bertempat seperti makhluk?,
Melepaskan Indera Lahir: Mengakui keterbatasan panca indra dan hanya mengandalkan mata hati (bashīrah) untuk mengenal realitas sejati. hanya dengan ketidak tahuanlah hal ini bisa terwujud, namun walau pengetahuan itu telah memenuhi rongga-rongga yang ada pada diri.
2. Menegakkan Shalat (Wa Yuqīmūnaṣ-Ṣalāh)
Makna Syariat: Melaksanakan shalat lima waktu dengan rukun dan syarat yang sempurna.
Dari sisi manapun ditinjau, bahwa Shalat adalah cara untuk bertemu dengan Allah, tidak ada cara lain kecuali dengan Shalat.
Makna Tasawuf (Hakikat):
- Mi'raj Ruhani: Shalat dilihat sebagai Mi'raj (perjalanan naik) ruhani bagi setiap mukmin. Shalat adalah momen di mana seorang hamba berhadapan langsung dengan Tuhannya (munajat).
Khushu' dan Hudhūr: Menegakkan shalat berarti menegakkan khushu' (ketundukan total) dan hudhūr (kehadiran hati). Shalat sejati adalah ketika hati sepenuhnya terputus dari dunia (ghā'ib dari makhluk) dan hanya fokus pada Allah (hadhir kepada Al-Haqq). Khusu' hanya akan dapat dilakukan jika memahami cara kerja surat Al Ikhlash Ayat 1.
Shalat Daim (Shalat yang Berkesinambungan): Muttaqin menjadikan seluruh hidupnya sebagai shalat. Artinya, kesadaran, kebersihan hati, dan kepasrahan yang dirasakan dalam shalat dibawa ke setiap aktivitas di luar shalat. Ini sejalan dengan firman Allah (QS. Al-Ma'arij: 23) tentang "orang yang selalu menjaga shalatnya."
3. Menginfakkan Sebagian Rezeki (Wa Mimmā Razaqnāhum Yunfiqūn)
Makna Syariat: Mengeluarkan harta (zakat, sedekah, infak) sebagai bentuk kepedulian sosial.
Makna Tasawuf (Hakikat):
- Melepaskan Keterikatan Dunia (Tajrīd): Infak adalah latihan untuk melepaskan keterikatan hati pada materi. Harta yang diinfakkan adalah simbol dari segala sesuatu yang mungkin mengalihkan hati dari Allah. Seorang sufi berinfak untuk membuktikan bahwa pemilik sejati rezeki tersebut hanyalah Allah.
- Penyaluran Karunia Ilahi: Salik memahami dirinya hanya sebagai saluran (majra) karunia Allah. Menginfakkan rezeki adalah cara untuk membersihkan jiwa dari sifat kikir dan egoisme (bakhil), yang merupakan penghalang terbesar dalam perjalanan ruhani.
- Infak Batin: Infak tidak terbatas pada harta, tetapi juga infak batin, yaitu mengorbankan waktu, tenaga, ilmu, bahkan diri sendiri di jalan Allah, semata-mata karena cinta.
4. Beriman kepada Wahyu yang Diturunkan (Yu’minūna Bimā Unzila Ilaika wa Mā Unzila Min Qablik)
Makna Syariat: Mempercayai Al-Qur'an dan kitab-kitab suci sebelumnya.
Makna Tasawuf (Hakikat):
- Kesatuan Sumber Cahaya: Ayat ini mengajarkan sufi tentang kesatuan sumber Ilahi (Wihdatul Mashdar). Semua wahyu datang dari satu sumber, yaitu Ilmu dan Firman Allah yang Esa.
- Menyelami Rahasia Al-Qur'an: Keimanan sejati bagi sufi adalah berinteraksi dengan Al-Qur'an bukan hanya secara lisan, tetapi dengan menyelami rahasia dan isyarat batiniahnya (Isyārāt al-Qur'āniyyah). Mereka mencari makna terdalam (ta'wil) yang membimbing mereka kepada ma'rifah (pengenalan) dan mahabbah (cinta) kepada Allah.
5. Yakin akan Adanya Akhirat (Wabil-Ākhirati Hum Yūqinūn)
Makna Syariat: Mempercayai Hari Kebangkitan, Perhitungan, Surga, dan Neraka.
Makna Tasawuf (Hakikat):
- Kematian Batin: Keyakinan pada Hari Akhir berarti mengalami kematian batin (Al-Mawt al-Ikhtiyārī) sebelum kematian fisik. Artinya, salik mematikan hawa nafsunya di dunia ini, sehingga ia hidup dengan kesadaran bahwa kehidupan sejati hanya ada di sisi Allah.
- Tujuan Akhir (Al-Maqṣūd): Akhirat adalah tujuan terakhir, bukan dalam arti Surga dan Neraka, melainkan Ridha Allah (Riḍwan) dan Penyaksian Wajah Allah (Nadzratul Wajh). Muttaqin beramal bukan karena takut Neraka atau ingin Surga, melainkan karena ingin mencapai keridhaan Allah.
Kesimpulan (Al-Baqarah 2-5)
- Dalam kacamata Tasawuf, ayat 2-5 adalah rangkaian tahapan (manzil) menuju kesempurnaan takwa.
- Ayat 2: Menetapkan bahwa Al-Qur'an (Al-Kitāb) adalah petunjuk yang bebas keraguan (Lā raiba fīh) bagi jiwa yang siap (Al-Muttaqin).
- Ayat 3-4: Merupakan peta jalan (amalan dan keyakinan) yang harus ditempuh untuk memurnikan jiwa:
- Iman Gaib: Mencapai penyaksian batin (hakikat).
- Shalat: Menghadirkan hati (hudhūr) dan berkomunikasi langsung dengan Ilahi.
- Infak: Melepaskan keterikatan pada dunia (tajrīd) dan ego (fana').
- Yakin Akhirat: Hidup dengan kesadaran fana' dunia dan orientasi total pada Al-Haqq.
Ayat 5: Menegaskan hasil dari suluk (perjalanan) ini, yaitu petunjuk sejati ('Alā Hudam mir Rabbihim) dan keberuntungan mutlak (Humul Muflihūn), yaitu kedekatan abadi dengan Allah.
Allahu A'lam
